Senin, 02 Januari 2012

Selagii Bintang Masih Di Langit

“Ekspresi dan bahasa badan subjek sangat menarik, tipikal bagi seorang kanak-kanak seusia sebegini, samada singgah sebentar atau sudah lama menunggu akan membuat sesiapa yg menatap gambar ini tertanya-tanya dan itu yang membuatnya lebih istimewa… detik dan momen yang tidak mungkin berulang, walaupun framing boleh diperbaiki

Lafad Cinta

Ketika doanya di Raudhah Al Syarifah tak terkabulkan, hati Seyla hancur berkeping-keping. Zen yang diharapkan menjadi suaminya kelak, lebih memilih Lila dengan alasan yang sulit dimengerti Seyla. Demi menata kembali hatinya, Seyla memutuskan hijrah ke kota Groningen. Di kota yang jauh lebih modern inilah, Seyla menemukan bermacam cinta dalam berbagai rupa. Hingga Seyla terseret arus pesona seorang pangeran bermata teduh bernama Karl van Veldhuisen.

Namun kenyataan pahit kembali menghadang cinta Seyla, Karl telah bertunangan dengan Constance Martina du Barry. Beranikah Seyla merebut hati Karl seperti halnya Lila yang merampas Zen darinya? Akankah Seyla menghujat Sang Khalik yang memupuskan harapan cintanya setelah ia sengaja berdoa di tempat suci itu? Benarkah ujian cinta terberat adalah keimanan kita? Kisah cinta Seyla digulirkan secara menarik oleh Sinta Yudisia. Pembaca tidak hanya diajak mencicipi keagungan cinta, tapi juga merasakan kesucian kota Makkah serta keindahan kota Groningen.

Tentang Cinta

Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu. Masih terekam jelas memori masa kecil yang seolah-olah baru terjadi kemarin, namun sekarang aku telah memasuki usia dewasa. Kadang, aku masih suka tersenyum sendiri jika ingat masa-masa remaja yang nakal. Waktu masih berseragam abu-abu putih, aku adalah seorang cowok yang sering dikerubuti teman-teman cewek. Mereka suka mengejar kemanapun aku pergi. Bukan karena jadi idola, tapi karena mereka sepakat ingin menuntut balas atas perilaku usilku yang suka mencolek pinggang mereka dari belakang. Walhasil, kepalaku sering jadi sasaran jitakan mereka. Ah, malu rasanya jika ingat masa-masa remaja yang nakal itu. Tapi alhamdulillah, saat ini aku telah mendapatkan sedikit hidayah dari Allah. Aku telah sedikit mengenal-Nya dan akan terus berusaha mengenal-Nya. Sekuat tenaga, setiap langkahku kuusahakan berada dalam jalan yang digariskan-Nya. Dia-lah yang telah memberiku umur hingga saat ini yang telah melewati seperempat abad. Dan, dua minggu lagi aku akan menikah. Satu hal yang sampai saat ini masih belum bisa kupercaya. Begitu cepat semua berlalu.
Namanya Afifah Thahirah 1), putri dari sahabat ibuku. Bukan perkara yang mudah saat menerima tawaran ibu untuk menikah dengannya tujuh belas hari yang lalu. Aku selalu berdalih jika penghasilanku sebagai tentor pada sebuah Lembaga Bimbingan Belajar di kota Malang masih belum seberapa. Aku takut tidak bisa melaksanakan tanggung jawabku sebagai suami dengan baik. Bagaimana aku bisa memberi makan keluargaku jika penghasilanku hanya cukup untuk memenuhi kebutuhanku saja? Belum lagi untuk biaya rumah, listrik, air, gas, dll. Namun dengan penuh kasih sayang, ibu meyakinkan aku,
”Bukan kamu yang akan memenuhi kebutuhan keluargamu nanti, Le. Tapi Allah. Allah-lah yang menjamin rezeki setiap makhluk-Nya.” kata ibu. Beliau juga menyitir surat An-Nuur ayat 32 2) untuk meyakinkan aku,
”Kalau Allah yang berjanji akan mencukupkan hamba-Nya yang menikah, apa kamu masih ragu, Le?” yakin ibu dengan mantap. ”Ibu juga tidak sembarangan memilihkan calon buat kamu, Afif itu calon mutakhorijat 3) lho.” tambah ibu. Aku terdiam merenungi setiap kata yang diucapkan ibuku. Tak ada yang salah, hanya aku yang masih ragu. Ragu pada kemampuanku sendiri. Mampukah aku menjadi suami yang baik untuk seorang mutakhorijat yang tentunya paham betul hak dan kewajiban seorang istri, yang siap menjadi istri yang shalihah bagi siapapun suaminya. ”Apa aku mampu menjadi suami yang shalih buat dia?” renungku. Aku menghela nafas panjang. Aku harus berfikir positif. Bukankah aku juga pernah belajar kitab Uqudulujjain? 4) Akhirnya dengan meyakini bahwa semua pasti akan mendapat pertolongan dari Allah, aku mengiyakan tawaran manusia terbaik yang pernah kutemui ini. Inilah saatnya aku membahagiakan beliau. Dengan mengucap bismillah, aku bersedia menikah dengan Afif. Setelah mendengar kesediaanku, ibu berpesan agar meluruskan niatku hanya karena Allah,
”Semua amal yang baik itu harus diniatkan karena Allah, biar mendapat barokah. Apalagi ini pernikahan, satu gerbang menuju hidup yang sebenarnya. Satu dari sunnah Rasul untuk menyempurnakan separuh agamamu. Kalau bisa, menikahlah hanya sekali. Hormatilah istrimu karena dialah yang akan mengantarkanmu untuk lebih dekat kepada Allah. Jadikan dia sebagai satu-satunya tempat untuk menyandarkan hatimu.” tutur ibu dengan lemah lembut. Sambil menunduk aku mengangguk. Aku membenarkan semua katanya. Aku bisa merasakan betapa besar kasih sayang wanita tua ini kepadaku, bahkan hingga usiaku tidak lagi dikatakan sebagai anak-anak maupun remaja. Begitu besar jasanya dalam seluruh lini hidupku dari waktu ke waktu, yang tak mungkin kubalas dengan nyawaku sekalipun. Perlahan kutatap matanya, namun tak bisa bertahan lama. Aku kembali tertunduk. Hatiku basah, aku tak ingin beliau melihatnya di mataku.
Tak lama setelah mengetahui kesanggupanku, ibu menemui Ustadzah Rodhiyah, ibunda Afif yang juga sahabat ibu saat mondok di pesantren putri Al-Rifa’ie Gondanglegi, 30 tahun silam, untuk menyampaikan maksudnya berbesan dengan beliau. Tante Diah, demikian aku memanggil beliau, senang sekali mendengarnya. Namun beliau tidak bisa memberi jawaban. Beliau harus menanyakan pada Afif dahulu apakah sudah siap menikah dan bersedia menikah denganku. Setelah tiga hari berselang, Afif menyatakan kesediaannya untuk menikah denganku melalui bundanya. Keluargaku menyambut gembira berita tersebut. Segera setelah itu kami sekeluarga bersilaturahmi ke rumah Tante Diah untuk mengkhitbah Afif untukku. Karena sudah ada kesepakatan sebelumnya, pada acara khitbah langsung dibicarakan mengenai prosesi akad, walimah, besarnya mahar, dll. Afif meminta maharnya berupa seperangkat alat shalat dan sebuah mushaf al-Qur’an. Sebuah permintaan yang sangat tepat menurutku. Seperangkat alat shalat adalah simbol ketaatan pada Sang Khaliq, sedang Al-Qur’an adalah simbol petunjuk. Keduanya saling berkaitan, ketaatan akan sia-sia tanpa petunjuk, demikian pula sebaliknya. Namun dia meminta agar akadnya dilaksanakan satu bulan kemudian setelah dia diwisuda menjadi mutakhorijat pada Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading tempat dia nyantri. Kami juga sepakat jika walimahnya diadakan sederhana saja dengan cuma mengundang kerabat dekat. Dengan demikian tidak perlu mencetak undangan, tapi undangan disampaikan secara lisan saja sekaligus bersilaturahmi, dari situ kami berharap agar pernikahan jadi lebih berkah. Ternyata deg-degan juga menanti hari bahagia itu datang.

I LOVE YOU

Cinta = perasaan sekaligus akal sehat.Percaya gak.Cinta emang soal rasa.Meski demikian,bukan berarti akal sehat ditaruh di dengkul dong.Oh ya,karena cinta itu sangat luas, maka penampakkannya juga ngikuti naluri yang dimiliki manusia.

Misalnya saja nih,orang bisa cinta mati sama benda,juga bisa cinta sama Allah Swt,RasulNya,orangtuanya,kaum muslimin secara umum,dan juga sama lawan jenis.Cinta emang luas,kawan.Betul banget,kita jatuh cinta dengan hati.Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita diharapkan juga menggunakan akal sehat.Bohong besar,kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa bisa mengelak.Yang sesungguhnya terjadi,proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi,kebiasaan,standar,gagasan,dan ideal kelompok dari mana kita berasal.

Nol besar kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh cinta,dan tidak bisa dimintai pertanggung jawaban bila perbuatan-perbuatan impulsif alias memperturutkan kata hati itu berakibat buruk suatu ketika nanti.

Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal kebodohan.

Waduh kejam banget bahasanya.
Jadi nih,akal sehat tetap harus kita jadikan pertimbangan biar nggak nyelenong ngikutin perasaan aja.Bisa bahaya besar tuh!

Cinta membutuhkan proses.Setuju gak! Cinta memang butuh proses.Butuh waktu agar bisa tumbuh perasaan satu sama lain.Ini khususnya cinta dengan lawan jenis.Eh,kalo pun ada orang yang love at first sight,tentunya bukan cinta namanya,tapi ketertarikan. Karena ketertarikan orang bisa dengan begitu mudah muncul manakala ada obyek yang memang menurutnya menyenangkan.Tapi cinta ternyata tidak begitu.
"Cinta itu tumbuh,berkembang dan merupakan emosi yang kompleks," kata Bowman,salah seorang pakar psikologi.

Sobat,untuk tumbuh dan berkembang,cinta membutuhkan waktu.Jadi tidak mungkin kita mencintai seseorang yang tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu aja.Cinta tidak pernah menyerang tiba-tiba,tidak juga jatuh dari langit.Cinta datang kalau udah saling kenal dan memahami pribadi masing-masing meski nggak terlalu detil.Jadi, minimal kenal dulu siapa sih si dia itu? Itu sebabnya.
Cinta bisa aja tumbuh kalau kita terus ketemu dan saling komunikasi.Teman dekat yang saling mencintai,itu hanya bisa dicapai setelah kedua partner itu lama hidup bersama.Sehingga tahu kebiasaannya masing-masing,tahu makanan favoritnya,warna kesukaannya, sampe tahu jadwal tidurnya, tahu tempat nongkrongnya,dan segala hal yang berkaitan dengannya.Begitu pun kalo kita mencintai Islam, akan semakin lengket dan bahkan bangga dengan Islam ketika kita udah lama "berkenalan" (belajar) dengan Islam.Tidak mungkin tumbuh cinta kepada Islam kalau kita tidak berusaha mengenal lebih dalam tentang Islam dengan cara mempelajarinya. Setuju nggak? Jadi,kalau ada orang bisa jatuh cinta pada saat ketemuan pertama kali,sebenarnya bukan sedang jatuh cinta tuh,tapi sedang tertarik satu sama lain dengan ketertarikan yang amat sangat luar biasa.Hal ini perlu ditindaklanjuti,yakni dengan berusaha untuk mengenal lebih dekat dan lebih dekat lagi.Tapi,harus tahu rambu-rambu juga dong,kalau urusannya dengan lawan jenis yang bukan muhrim.Sebab,tidak bisa bebas sesuka kita tuh.Boleh kenalan lebih dalam,kalau niatnya emang untuk menikah dengannya.
Ssstt... kalo untuk pacaran? Hah? Hari gini masih pacaran? Nggak lha yauw!


Cinta itu konstruktif.Well, kita kayaknya harus setuju nih kalau cinta itu memang konstruktrif.Eh, jangan-jangan ada teman kita (atau kita sendiri) yang mendadak jadi kreatif,mendadak jadi suka pakai wangi-wangian biar nggak BB,mendadak juga jadi senang baca novel cinta.Padahal, sebelum tertarik dengan salah seorang dari lawan jenis,mandi sekali sehari aja udah untung banget.Wah,kok males mandi sih ?
Kawan,seseorang yang mencintai bisa berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri sekaligus demi (kebanggaan) pasangannya.Dia bakalan berani berambisi,bermimpi konstruktif, dan merencanakan masa depan.Wuih, keren banget deh.Eit,tapi tunggu dulu.Sebab,ada juga orang ketika jatuh cinta ternyata malah amburadul.Kok bisa sih? Hmm... orang model seperti ini,bukannya berpikir dan bertindak konstruktif,tapi dia malah kehilangan ambisi,nafsu makan,dan minat terhadap masalah sehari-hari.Doi cuma memikirkan kesengsaraan pribadi.Impiannya pun tak mungkin tercapai.Bahkan impian itu bisa menjadi pengganti kenyataan. Parah banget!

Kalau ada orang yang jatuh cinta tapi malah bikin lemah dan loyo seperti ini,berarti dia belum mampu memaknai cinta. Jangan-jangan lebih banyak ngelamunnya karena terjerat mimpi-mimpi indah kalau sampe mencintai lawan jenis yang dia idamkan itu.Padahal,yang namanya cinta nggak begitu kok.Cinta itu konstruktif.Bisa membangun segala daya cipta dan kreativitas kita.Suer!

Cinta tak melenyapkan semua masalah.
Konon kabarnya,penganut faham romantik percaya banget bahwa cinta bisa mengatasi masalah.Seakan akan cinta itu obat bagi segala penyakit. Kemiskinan dan banyak problem lain diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka.Faktanya,cinta tidaklah seajaib itu.Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih (suami-istri) berani menghadapi masalah.Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih agar bisa dicari jalan keluarnya.Orang yang tengah mabuk kepayang berarti nggak benar-benar mencinta,cenderung membutakan mata saat tercegat masalah.Alih-alih bertindak dengan akal sehat,dia mengensampingkan problem.Betul nggak?
Maka,kalau misalnya kita mau nikah,selain cinta tentu
harus ada persiapan ilmu,mental,dan juga jaminan untuk nafkahnya lo.Kalau modalnya cinta saja,harus dipertanyakan tuh,sebab menikah bukan cuma modal cinta.Suer! Kalau nggak punya beras,apa cukup dengan cinta? Tidak kan!

Cinta itu hanya akan memotivasi kita untuk mencari jalan keluar supaya bisa mendapatkan beras.Misalnya, bisa dengan mencari pinjeman uang,atau hutang dulu ke warung sebelah, bahkan banyak juga orang yang kemudian dapetin beras spanyol alias separuh nyolong (hehehe.. kalau yang terakhir ini sih jangan dilakuin deh).

Cinta cenderung konstan.Ya,cinta itu bergerak konstan,sobat.Maka kita patut curiga bila grafik perasaan kita pada sesuatu atau kekasih (suami-istri atau calon suami dan calon istri) yang kita cintai tuh turun-naik sangat tajam.Kalau saat jauh kita merasa kekasih lebih hebat dibanding saat bersama,itu pertanda kita mengidealisasikannya,bukan melihatnya secara realistis.
Lantas saat kembali bersama,kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala bayangan hebat itu.Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih hebat saat kita berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama saat dia jauh.Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik fisik.Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan (baca: suami-istri),kita menyukainya dalam kadar sebanding.Nah,begitupun kalau kita mencintai Allah Swt,RasulNya, dan juga Islam.Cinta kita bisa dibilang hebat kalau sinyalnya terus-menerus
kuat.Tidak ada blank spot-nya.Di mana pun selalu ada sinyal kecintaan kita kepada Allah Swt,RasulNya,dan juga Islam.Cirinya apa? Contoh cinta kepada Allah Swt.Pas kita lagi seneng, tetap ingat sama Allah Swt.Lagi sedih juga selalu ingat sama Allah Swt.Kalau sebaliknya? Berarti cinta kita tidak konstan.Kalau tidak konstan berarti ada yang error.Jadi,bisa kena sindir Allah Ta'ala dalam firmanNya: "Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan,tetaplah ia dalam keadaan itu,dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana,berbaliklah ia ke belakang (menjadi kafir).Rugilah ia di dunia dan di akhirat.Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS al-Hajj [22]: 11)
Jadi,cinta tuh seharusnya memang konstan.Kalau turun-naik grafiknya perlu dipertanyakan.Ayo,kita muhasabah diri. Oke?

Cinta tak bertumpu pada daya tarik fisik.
Dalam hubungan cinta dengan lawan jenis,daya tarik fisik bisa jadi penting.Tapi bahaya bila kita menyukai lawan jenis hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor lainnya.Saat jatuh cinta,kita menikmati dan memberi makna penting bagi setiap kontak fisik.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons